Sabtu, 12 September 2009

Masyarakat Adat dan Modernisasi

Masyarakat Adat dan Modernisasi Pada tahun 1933 Agama Roma Katholik masuk ke daerah Muyu dan beroperasi membuka isolasi daerah kemudian orang Muyu mulai bersekolah hingga kini generasi yang kedua. Orang muyu generasi pertama mulai di hitung dari tahun 1940-an hingga 1969, yang menjalani pendidikan memang di golongkan membawa prestasi yang baik, walaupun alat–alat atau fasilitas penunjang pendidikannya sangat sederhana, generasi pertama yang menjalani pendidikan dikategorikan dalam dua tahap yaitu tahap pertama memakai kulit kuyu dan arang, dan tahap kedua memakai kalam batu, generasi ini menuai hasil yang baik. Karena 80 % orang muyu di fungsikan sebagai pendidik ( guru ) dan 10 % menjadi tukang kayu dan mereka di kerjakan oleh pemerintah Kolonial Belanda di seluruh daerah di Papua Selatan, hingga sampai ke Oksibil ( kini Pegunungan Bintang ).

Generasi kedua di mulai dari tahun 1970 sampai tahun 2007, yang menjadi sarjana dan masih mahaiswa bila mereka mempunyai keturunan kemudian di hitung generasi yang ketiga. Pada generasi kedua ini mengalami perubahan besar, alat penunjang belajar generasi kedua mencakup alat - alat modern yang kini kita kenal dan hadapi dengan barang – barang tersebut, misalnya buku, bolpen, pensil, mistar, televise, radio, media massa dan internet. Generasi kedua menjalani dua babak, babak yang pertama menjalani fasilitas belajar dengan buku, bolpen, pensil dan mistar. Babak yang kedua ada penambahan fasilitas belajar dari yang sudah ada di babak pertama, yaittu radio, televisi, koputer, internet ( media elektronik ) dan surat kabar ( media massa ). Orang muyu era kini alat penunjang tambahan bukan lagi menjadi fasilitas belajar melainkan menjadi fasilitas untuk bermain – main atau mengacaukan situasi belajarnya (alias ber pesta pora).

Pada tahun 1980-an generasi ke dua periode pertama, mulai menyebar keluar daerah guna melanjutkan pedidikan ke Perguruan Tinggi terutama di Jayapura. Di periode pertama ini orang muyu sedikit terkenah limbah modern, seperti mabuk – mabukan, judi – judian, dan pesta pora lainnya. Sampai pada giliran periode kedua melebihi kapasitas dari periode pertama, generasi kedua ini sampai pada tingkat eksekusi ( pembunuhan ) tanpa memandang bulu, mabuk berkepanjangan tidak melihat waktu, pemerkosaan, hamil di luar pernikahan (illegal ) tidak punya suami yang sah, kehilangan koordinasi antara satu dan lain, tidak memandang kaka dan adik.

Imbasnya yang kemudian terjadi adalah sukuisme, familisme, marga, klien, memisahkan asal kota dan kampung yang membawah kehancuran persatuan dan kesatuan antara orang muyu sendiri.

Kita melihat perkembangan generasi muyu yang melanjutkan pendidikan di kota study khususnya di jayapura, di mulai dari tahun 2000 hingga sekarang tahun 2007, realitasnya adalah merasa sangat bangga karena kuantitas ( jumlah ) nya sangat meyakinkan yang berkisar antara kurang lebih ( ± ) delapan ratusan, dan mereka menduduki semua Perguruan Tinggi yang ada di kota study Jayapura.

Namun hal itu sangat disayangkan jika melihat dari sisi kuantitas oke,tetapi di sisi kualitas ( bobot ) dalam meraih prestasi belajar, sungggu sangat memprihatinkan, karena sangat berbedah jauh dengan teman – teman mahasiswa dari daerah papua lain. Kita bisa melihat bukti nyata pada kronologis juni 2006 lalu, terjadi nya musibah perebutan dan pemalangan Asrama Merauke (As Maro) putra di Padang Bulan oleh oknum warga lokal setempat ( padang bulan ), di sebabkan karena asrama Maro di jadikan bar, bir, bor dan menjadi geng di padang bulan. Keresahan warga di padang bulan sudah sekian lama pada waktu itu menjadi moment untuk mereka memalang. Kita melihat pada saat itu yang menjadi geng siapa? Dan yang mendominasi dalam lingkungan penduduk mahasiswa As Maro siapa? Ini menjadi catatan untuk mahasiswa muyu untuk di kemudian hari, bukan lagi menyimpan emosi untuk kemudian melawan balik tetapi bagaiman kita mengubah sikap kita di kemudian hari

CATATAN: Mari kita ber pegang tangan untuk melawan arus modernisasi dan globalisasi hindari dari konsep tiga (3) A:

1. Acak – acakan
2. Akal – akalan
3. Asal – asalan / Amburadul.


Acak – acakan adalah: Apabilah dalam menghadapi suatu masalah, kita belum bisa dapat menyelesaikannya, melainkan hanya boleh mempersulit masalah,mengelabuhi,belum lagi masalah tersebut dibiarkan, lalu kabur hilang dari hadapan masalah. Bukankah hal di atas dapat menunjang satu kualitas Sumber Daya Manusia Muyu yang dapat menunjang kelancaran hidup manusia?
Kehidupan ini selayaknya tidak boleh terjadi, tetapi kamilah subyek dan obyek dari realitas kehidupan tak bernilai itu. Kita sekarang sedang menghadapi realitas itu, dan kita berada di dalam realitas kehidupan itu sendiri, sementara kita tidak pernah menyadari itu,ketidak sadaran itu melekat pada diri kita. Namun hal itu masih saja dianggap suatu solusi dalam memperoleh kualitas Sumber Daya Manusia,dengan cara mabuk – mabukan, disko (acara), putar – putar tape / radio seperti di dalam sebuah bar atau diskotik, tertawa terbahak – bahak, dan masih banyak lagi kegiatan seremonial yang kita hasilkan sebagai sebuah nialai positif dalam menjalani realita hidup.

Akal – akalan adalah: dalam menjalankan sesuatu apa saja sifatnya tidak akan ada kenyataan dalam mengerjakan sesuatu atau menjalankan sesuatu, tetapi hasilnya akan bersifat rekayasa yang dapat membingungkan orang. Hal inilah yang disebut akal – akalan, dan fakta dari akal – akalan itu dapat dikategorikan dalam sebuah kegiatan onani otak tidak berdasarkan pada sebuah realitas konsep yang akan dibangun. Karakter akal – akalan ini juga ada pada generasi sekarang, dimana generasi yang hidup dengan teknologi serba lengkap dengan kemajuan teknologi pengetahuan, tetapi kini generasi sekarang yang mana, dapat dikatakan generasi millennium ini, jadi korban kemajuan teknologi.
Mengapa dikatakan demikian? Adalah penting juga kita ketahui bahwa, dengan adanya teknologi tersebut membuat generasi suku bangsa Muyu hebat, dengan kehebatan itu, dapat memiliki karakter egois, tersombong, kehangkuan dengan kebodohannya, ia tidak mau kala dalam menghina sesame suku bangsanya saperti kata paket langsung, kamu anak kampong, kami anak kota, sehingga kita harus hidup sesuai karakter kami masing – masing, yang orang kampong juga hidup dengan dengan karakternya. Dengan demikian, teknologi juga membuat

generasi manusia muyu seakan – akan tambah tidak tahu diri, karena teknologi telah mengangkat status sosial Generasi Muyu. Karakter akal – akalan inilah yang sering membuat generasi suku bangsa Muyu, tidak ada pada posisi sebernarnya. Akan tetapi sifat dan karakter generasi suku bangsa Muyu itu telah menjadi dasar dalam sebuah reallitas budaya kehidupan generasi muyu.

Asal – asalan / ambur adul adalah: Generasi suku Bangsa Muyu sekarang, sudah tidak berdiri pada posisi mereka sebagai manusia sejati, melainkan berdiri sebagai manusia jadi – jadian, juga dapat dikatakan generasi manusia karton yakni telah diungkap dalam alur sesudah nya diatas. Sementara ambur adul adalah: kehidupan tidak bermartabat, kehidupan yang tidak berpegang pada norma – norma atau nilai – nilai budayanya, kehidupan penuh dengan ketidak sadaran diri, apakah saya benar – benar sudah pada posisi yang sebenarnya atau tidak.

Munculnya karakter kehidupan seperti ini semakin ada dalam pergumulan generasi muda suku bangsa muyu, lagi mengenyam pendidikan di perguruan tinggi mana saja, karena teknologi akhirnya ketahanan diri sebagai generasi suku bangsa muyu makin menurun dengan drastisnya. Hal ini di jempol kebawa dengan sebuah ibu jari tangan, tetapi bukan jempol ke atas, karena fakta telah menunjukan bahwa generasi sekarang sudah ada kemajuan seperti terlihat jelas pada generasi perempuan Muyu kebanyakan, makota rambutnya sudah tidak kelihatan ras suku bangsa Muyu, tetapi malahan penyangkalan yang di lakukan terhadap diri nya dengan cara: smeer rambut dengan parang, sterika pakaian, juga dengan minyak makan (minyak goreng) dan sementara alis pada kening, yang mana alis kening bagi setiap manusia itu, dapat memperkaya atau mempercantik muka ini, di cukur dengan sebuah silet goal baru dari tokoh.

Dengan perkembangan teknologi inilah membuat generasi suku bangsa muyu memiliki ketidak pastian dalam mengenal indentitas nya. Sementara laki lebih radikal dengan kegiatan yang sungguh tidak masuk dalam alam pikkiran manusia seperti mabok tak kunjung henti, putar tape / radio casete besar – besaran, teriak – teriak dengan sedih ataupun gembira seakan – akan ada duka dan luka dalam hati, juga seakan - akan ada sebuah acara pesta. Hal inilah yang disebut kehidupan ambur – adul / asal – asalan.

“K A L A U B U K A N S E K A R A N G K A P A N L A G I” – “K A L A U B U K A N S A Y A S I A P A L A G I.”

Minggu, 12 Juli 2009

PENEMUAN MUMI

PENEMUAN MUMI



Kairo, Ranesi – Para arkeolog Mesir menemukan puluhan mumi di sebuah piramida di selatan Kairo. Mereka terkubur di ruang bawah tanah dengan nisan batu dan masih dalam keadaan baik, beberapa di antaranya sudah berusia empat ribu tahun.

Mumi-mumi tersebut dililit kain linen yang dilukis dengan warna-warna tradisional Firaun Mesir yang cerah seperti biru muda, cokelat muda, dan emas.

Ahli penggalian menyatakan, mumi-mumi ini adalah mumi terindah yang tersimpan dalam keadaan paling baik yang pernah ditemukan sampai sekarang. Selain mumi, di makan tersebut juga ditemukan lima belas topeng, amulet, dan kerajinan tanah liat yang dilukis indah.


KERANGKA VAMPIRE

KERANGKA VAMPIRE


Ahli Antropologi forensic Italia, Matteo Borrini, mengklaim telah menemukan kerangka Vampire. Penemuan ini terjadi di kuburan tepi pantai Venezia, Italia, Jumat 6 Maret 2009. Kerangka perempuan berasal dari Abat Pertengahan. Profilnya memang meyakinkan, yakni mulutnya tertancap bata. Cara itu diyakini, agar si mahluk penghisap darah tak akan menghisap dara lagi. Tentu saja, karena dia jadi sibuk “menghisap bata”

Sumber: Cenderawasihpos Edisi Kamis 12 Maret 2009

Sabtu, 09 Mei 2009

PADA PEMILU 2009 ORANG MUYU DI SELURUH DAERAH MUYU MEMILIH CALEG ORANG MANADO, TORAJA, KEI, DAN ORANG PENDATANG LAINNYA DAN MEREKA TIDAK MEMILIH ORANG

PADA PEMILU 2009 ORANG MUYU DI SELURUH DAERAH MUYU MEMILIH CALEG ORANG MANADO, TORAJA, KEI, DAN ORANG PENDATANG LAINNYA DAN MEREKA TIDAK MEMILIH ORANG MUYU ASLI YANG CALEG

Oleh: Kayapakman

Pemilihan umum calon legislatif tahun 2009 di Kabupaten Boven Digoel di mana ada calek dari orang atau anak-anak Muyu sendiri seperti Romanus Kindom, Barnabas Kalo, Stanislaus Watan, Markus Biweng, Agu Songmen dan lain-lainnya yang memilih daerah pemilihan Mindiptana, Waropko, Kombut, Sesnuk dan sekitarnya, masyarakat TIDAK MEMILIH MEREKA tetapi MASYARAKAT Memilih CALEK ORANG MANADO, TORAJA, KEI dan orang pendatang lainnya. Masyarakat Muyu tidak memilih caleh orang Muyu atau orang Nupka karena menurut penilaian mereka bahwa orang Nupka itu TUKANG MABUK DAN TUKANG BAWA PEREMPUAN, dengan alasan yang sangat dangkal dan tidak memikirkan orang Muyu ke depan dan hanya berorientasi karena uang, sepeda motor, telepon genggam, dan fasilitas lainnya untuk mengorbankan banyak orang, dan masa depan orang Muyu. Mengapa, karena orang pendatang akan menguasai dewan dan semua kebijakan dan keputusan akan di ambil dan diputuskan oleh mereka orang pendatang.
Kami lihat saja kebijakan yang akan di ambil oleh caleg orang pendatang apakah akan memihak kepada orang asli atau secara merata atau sama sekali tidak ada…?, kami lihat saja dan kami berharap semoga JANGAN ADA MASYARAKAT YANG MENGELUH DENGAN DEWAN YANG MEREKA PILIH SENDIRI ini

Minggu, 29 Maret 2009


Maksimus Mamo Kandam, S.Sos
Antropologi FISIP Universitas Cenderawasih
As. Maro Jl.Tiom Padang Bulan I Abepura Jayapura/Papua
Mobile Phone 085244055601
e-mail antrop_uncen@hotmail.com